Kamis, 02 Februari 2017

Ini Diriku

Nama : Elis Mu'amaroh

Alamat : Anyer

email : elisfahira@gmail.com

Artikel Analisis Kesalahan Berbahasa

Gempa Terasa di Banyak Tempat, Banyak Warga Belum Tersentuh Bantuan
 
Hingga hari keempat pascagelombang (pasca gelombang harus dipisah) pengungsian akibat memadai erupsi Merapi pada 5 November lalu,banyak pengungsi belum mendapatkan bantuan. Jumlah pengungsi yang sangat banyak dan tersebar di ratusan lokasi membuat pemerintah kawalahan menangani.
Warga bertahan denan sisa bahan makanan yang ada. Sebagian warga hanya mengkonsumsi (mengonsumsi vocal + + me K/P/T/S) singkong dan nangka muda karena tidak punya beras.
Kepala Badan Kesatuan Bangsa, Politik, dan Penanggulangan Bencana Kabupaten Magelang Eko Triyono mengatakan, pemerintah akan memberikan dukungan lauk pauk (penambahan tanda baca -, menjadi lauk-pauk) bagi mereka yang mengungsi di rumah warga.Namun, pengungsi harus melapor kepada Kepala Desa (seharusnya tidak berhuruf kapital, menjadi kepala desa).
Diakui bahwa, kebutuhan pengungsi saat ini hanya diketahui dari posko-posko pengungsian yang terdata oleh Pemkab Boyolali. Yang belum terdata kebanyakan dari rumah warga.
Secara keseluruhan, di Jateng (Jawa Tengah jangan disingkat) tercatat ada 214.527 pengungsi yang tersebar di Kabupaten Magelang, Boyolali, dan Klaten. Jumlah pengungsi di Magelang pada Selasa terdata 82.944 orang di 223 lokasi. Mereka antara lain menempati sejumlah kantor dinas, gudang bulog (penulisan huruf kapital pada awal kata bulog, menjadi Bulog), dan balai desa. Di sejumlah tempat juga didirikan tenda.
Warga Kabupaten Magelang mengungsi hingga keluar kawasan kabupaten dan kota (yang benar adalah Kabupaten dan Kota) Magelang, antara lain Wonosobo, Purworejo, dan Kendal.
Di Bandung, Selasa, ketua umum (semestinya menjadi Ketua Umum) Palang Merah Indonesia Jusuf Kalla meminta perguruan tinggi di sekitar daerah terimbas letusan Gunung Merapi aktif menyediakan pengungsian yang layak. Misalnya, menyiapkan ruang kelas untuk berteduh dan sarana sanitasi untuk pengungsi. Hal ini perlu (setelah kata perlu harus ada penambahan tanda baca ,), agar pengungsi merasa aman dan nyaman


sumber 


http://dharanikassapa.blogspot.co.id/2012/12/artikel-analisis-kesalahan-berbahasa.html

Mari Berbahasa

Hai Anak Indonesia! Perkenalkan ini artikel pertama saya, disini saya akan mengulas sedikit tentang "Bahasa Indonesia". Kemajuan teknologi dan kemajuan zaman kadang membuat kita terbawa oleh era masa kini yang kebarat-baratan, seperti contohnya dalam dunia musik, perfilm-an, bahkan bahasa sehari-hari. Padahal, negara kita juga tak kalah kaya dengan semua itu bukan? Tapi mengapa kita harus me-mayoritasi Bahasa Asing ketimbang Bahasa Indonesia? Apakah kita kurang tertarik dengan Bahasa Indonesia? Saya akan sedikit membahas tentang masalah ini. Indonesia kaya akan bahasa, berbagai daerah memiliki bahasa masing-masing yang belum tentu kita mengerti, tapi dengan Bahasa Indonesia kita bisa berkomunikasi dengan siapapun. Contohnya, orang Jawa bertemu dengan orang Sunda dengan bahasanya masing-masing, mereka sama sekali tidak saling mengerti apa yang dikatakan satu sama lain, tetapi dengan Bahasa Indonesia mereka bisa berkomunikasi. Contoh lagi, jika kita orang Jawa hendak berwisata ke Raja Ampat, kita mungkin sama sekali tidak mengerti, tapi dengan Bahasa Indonesia kita bisa mengobrol akrab dengan saudara kita disana. Nah, bagaimana? Apakah kita masih belum tertarik? Selain memiliki kemudahan untuk berkomunikasi, bahasa Indonesia juga memiliki arti yang sangat luas per katanya. Contoh, kata dalam bahasa Inggris "hold", dalam  Bahasa Indonesia diartikan : dipeluk, ditekan, dipegang, digenggam. Luar biasa bukan? Lalu, mengapa kita harus memilih Bahasa yang memiliki arti sempit ketimbang Bahasa yang kaya akan arti dan makna? Dalam dunia musik, Indonesia banyak memunculkan generasi-generasi muda bermusik yang tak kalah dengan penyanyi luar, mengapa kita lebih mengidolakan Adele ketimbang Regina? Mengapa kita lebih mengidolakan Ariana Grande dan Taylor Swift padahal kita punya Raisa dan Isyana? Dalam dunia perfilm-an, saya akui film Indonesa masih jarang yang diputar di luar negeri. Tapi, ketimbang kita harus membaca subtitle yang belum tentu kita mengerti alurnya, kenapa kita tidak menonton karya Anak Bangsa yang tidak berlu menggunakan subtitle? Dalam bahasa sehari-hari, hampir 50% dari remaja Indonesia menggunakan Bahasa Inggris sebagai bahasa gaul sehari-hari. Itulah tadi, perkembangan teknologi dan zaman yang semakin maju membuat kita buta bahwa kita telah dibodohi oleh budaya Asing sehingga lupa dengan budaya sendiri. Berbahasa contohnya. Jadi, marilah kita budayakan berbahasa Indonesia dalam segala industri, karena kita adalah generasi-generasi emas penerus Bangsa dimasa yang akan datang.
Semoga bermanfaat.
(Mohon maaf apabila ada kata yang kurang berkenan. Artikel ini tidak bermaksud menyindir/mencela/menjelek-jelekkan orang lain, dsb.) 
sumber http://lutfierastory.blogspot.co.id/2015/11/artikel-mari-berbahasa-indonesia.html